Dec 19, 2010

Kehidupan Sebuah Cinta ~ Khalil Gibran

Kehidupan Sebuah Cinta ~ Khalil Gibran

MUSIM BUNGA
Marilah, sayang, mari berjalan menjelajahi perbukitan,Salju telah cair dan Kehidupan telah terjaga dari lenanyadan kini mengembara menyusuri pegunungan dan lembah-lembah,Mari kita ikut jejak-jejak Musim Bunga, yang melangkauiLadang-ladang jauh, dan mendaki puncak-puncak perbukitan‘Tuk menadah ilham dari aras ketinggian,Di atas hamparan ngarai nan sejuk kehijauan.
Fajar Musim Bunga telah mengeluarkan pakaiannyadari lipatan simpanan, dan menyangkutnyapada pohon pic dan sitrus , dan mereka kelihatan bagai pengantin dalam upacara tradisi Malam Kedre..
Sulur-sulur daun anggur saling berpelukan bagai kekasihAir kali pun lincah berlompatan menari ria,Di sela-sela batuan, menyanyikan lagu riang.
Dan bunga-bunga bermekaran dari jantung alam,Laksana buih-buih bersemburan, dari kalbu lautan
Kemarilah, sayang: mari meneguk sisa air matamusim dingin, dari gelas kelopak bunga lili,Dan menenangkan jiwa, dengan gerimis nada-nadaCurahan simfoni burung-burung yang berkicauandan berkelana riang dalam bayu mengasyikkan
Mari duduk di batu besar itu, tempat bunga violetberteduh dalam persembunyian, dan meniruKemanisan mereka dalam pertukaran kasih rindu.


MUSIM PANAS
Mari pergi ke ladang, kekasihku, keranaMusim menuai telah tiba, dan cahaya suriaTelah memanggang gandum kuning-kekuningan.
Mari kita mengerjakan hasil bumi, sebagaimana semangat kegembiraan menyuburkan butir gandumDari benih cinta-kasih, yang tertanam dalam sanubari.Mari mengisi guni kita dengan limpahan hasil bumibagai kehidupan mengisi penuh rongga hati,Dengan harta kekayaan tak terperi,Mari, jadikan bunga-bunga alas tilam kitaDan langit biru selimut kitaSandarkan kepala di bantal harum jerami,Mari kita berehat setelah bekerja sepanjang hari,Sambil mendengar bisik gemercik air sungai yang menyanyi.


MUSIM GUGUR
kita pergi memetik anggur di perkebunanDan memerah sari buah segarDan menyimpannya di jambangan tuaSebagaimana jiwa menyimpan ilmu pengetahuanAbad-abad lalu, dalam gedung keabadian.
Dan sekarang mari pulang, kerna sang bayu telahMenerbangkan daun-daun kuning dan mengisar bunga-bunga layuYang membisikkan dendang kematian pada Musim GugurMari pulang, kekasihku abadi, kerana burung-burungTelah terbang bagi perjalanan migrasi menuju kehangatanMeninggalkan padang yang dingin dan kesepian.Bunga mirtel dan melati pun telah lamaMengeringkan air matanya.
Mari kembali, sebab anak sungai yang sayuTelah kehabisan lagu, dan sumber air yang lincahTelah membisu, enggan mengucapkan kata perpisahan.Sedang bukit-bukit tua telah mulai melipatpakaiannya yang berwarna-warni.
Mari, kekasihku; Alam telah letih,Ia bersemangat melambaikan selamat tinggalDengan dendangan sayup dan ketenangan.


MUSIM DINGIN
Dekatlah ke mari,oh teman sepanjang hidupku,Dekatlah padaku, dan jangan biarkan sentuhan Musim Dingin,Mencelah di antara kita. Duduklah disampingku di depan tungku,Sebab nyalaan api adalah satu-satunya nyawa musim ini.
Bicaralah padaku tentang kekayaan hatimu,Yang jauh lebih besar daripada unsur Alam yang menggelodakDi luar pintu.Palanglah pintu dan patri engselnya,Sebab wajah angkasa menekan semangatkuDan pemandangan ladang-ladang saljuMenimbulkan tangis dalam jiwaku.
Tuangkan minyak ke dalam lampu, jangan biarkan ia pudar,Letakkan dekat wajahmu, supaya aku boleh membaca dalam tangisApa yang telah ditulis pada wajahmuTentang kehidupan kau bersamaku..
Berilah aku anggur Musim Gugur, dan mari minum bersamaSambil mendendangkan lagu kenangan pada ghairah Musim BungaDan layanan hangat Musim Panas, serta anugerahtuaian dari Musim Gugur.
Dekatlah padaku, oh kekasih jiwaku; api mendingin dalam tungku,Menyelinap padam nyalanya satu-satu, dari timbunan abuDakaplah aku, sebab aku ngeri akan kesepian.Lampu meredup, dan anggur minuman membuat mata sayu mengatup.Mari kita saling berpandangan, sebelum mata tertutup.
Cari aku dengan rabaan, temui daku dalam pelukanLalu biarkan kabus malam merangkul jiwa kita menjadi satuKucuplah aku, kekasihku, kerana Musim Dingin,Telah merenggut segala, kecuali bibir yang berkata:Engkau dalam dakapan, oh Kekasihku Abadi,Betapa dalam dan kuat samudera lena,Dan betapa cepatnya subuh…

0 comments :